ANALISIS SEMIOTIKA DALAM KERIS SUNAN KALIJAGA

Nama Kelompok: 

Ryandana Dwi Pramono (202146500721)

Rayyan Wahyu Pangestu (202146500740)


ABSTRAK

 

Keris Sunan Kalijaga yang berasal dari Jawa Timur. Kami berdua sangat senang dalam hal – hal  kebudayaan dengan membahas tentang budaya sejarah Kerajaan Majapahit salah satunya Keris Sunan Kalijaga. Menurut legendanya, saat itu Sunan Kalijaga meminta tolong untuk dibuatkan keris coten-sembelih (pegangan lebai untuk menyembelih kambing). Lalu oleh beliau diberikan calon besi yang ukurannya sebesar biji asam jawa. Mengetahui besarnya calon besi tersebut, Empu Supa sedikit terkejut.

Dia berkata besi ini bobotnya berat sekali, tak seimbang dengan besar wujudnya dan tidak yakin apakah cukup untuk dibuat keris. Lalu Sunan Kalijaga berkata kalau besi itu tidak hanya sebesar biji asam jawa tetapi besarnya seperti gunung. Karena perkataan Sunan Kalijaga tersebut, pada waktu itu juga besi menjelma sebesar gunung.

Akhirnya Mpu Supa mengerjakan pembuatan keris. Saat keris jadi, Sunan Kalijaga menjadi kaget karena kagum, hasil hasil keris itu berbeda jauh sekali dengan yang dimaksudkannya. Maksud semula untuk dijadikan pegangan lebai, ternyata yang dihasilkan keris asli Majapahit, luk tujuh belas. Karena berwarna kemerahan, keris itu dinamakan Kyai Sengkelat (artinya bersemu merah) sedangkan jumlah luknya yang tujuh belas melambangkan jumlah rakaat salat lima waktu.

 

 

PENDAHULUAN

Keris merupakan salah satu hasil budaya material peninggalan nenek moyang yang ada di hampir seluruh wilayah Indonesia. Oleh karena itu, Keris  dinobatkan sebagai identitas budaya asli Indonesia, termasuk Keris Carubuk yang identik dengaN Sunan Kalijaga. Pusaka buatan Mpu Supo Mandrangi  tersebut merupakan pemberian Sunan Kalijaga, walisongo yang menjadi panutan raja-raja Kesultanan Islam di Jawa dan juga masyarakatnya.  Jauh sebelum menjadi ageman Hadiwijaya atau dikenal sebagai Jaka TingkirKeris ini sudah masyhur sebagai ageman waliyulloh keturunan Bupati Tuban Raden Tumenggung Wilwatika-Dewi Nawang Rum tersebut untuk mendakwahkan islam pada masyarakat Jawa.

Keberadaan keris sebagai ageman Sunan Kalijaga merupakan wujud  penghargaan terhadap benda yang menempati posisi istimewa di budaya Jawa, terutama di era Majapahit,  sekaligus simbol islam dan budaya Jawa bisa padu dan berasimiliasi satu sama lain. Simbol inilah, termasuk dengan perbaduan pada dimensi budaya lain, menjadi islam berkembang tanpa halangan. Masyhurnya  Carubuk  juga karena kuatnya legenda yang menaungi kelahirannya. Pitutur menyebut, keris Carubuk yang merupakan keris ketiga yang dibabar Mpu Supo selain Sengkelat dan Nogososro, dibuat atas pesanan Sunan Kalijaga yang menyerahkan bijih besi sebesar biji  asam Jawa. Mungkinkah besi sekecil itu bisa menjadi sebilah keris berukuran normal? Karena karomah waliyulloh, bahan tersebut ternyata menjelma menjadi sebesar gunung.

Hanya, hasil pekerjaan Mpu Supo tidak seperti dipesan Sunan Kalijaga yang menginginkan sebilah golok untuk menyembelih hewan kurban, tapi sebilah keris yang sangat indah berluk tujuh. Cerita lain menuturkan, Carubuk sebagai dapur Keris lahir jauh di era sebelumnya. Manuskrip Sejarah Mpu ing Tanah Jawi mengishkan,Carubuk kali pertama dibabar Mpu Dewayasa II, cucu Mpu Dewayasa I yang mengabdi pada Raja Negeri Wiratha.
Selain Carubuk,  Mpu Dewayasa II juga membuat Kebo Lajer dan Kabor. Pitutur lain menyebut,  Carubuk yang khusus untuk perempuan kali pertama dibuat Mpu Gandawijaya tahun 1125 Saka, pada era Pengging Wiratadya.

Di era senjakala Majapahit yang diwarnai dengan pertarungan antarkelompok masyarakat, Carubuk mewakili geliat  kaum santri. Di sisi lain ada keris lain yang turut menjadi simbol persaingan, yakni Sengkelat yang menyimbolkan gerakan rakyat akibat ketidakpuasan terhadap kerajaan, Condong Campur yang mewakili perlambang kepongahan bangsawan,  dan Sabuk Inten yang menjadi perwujudan  pragmatisme kelompok pengusaha.

Bisa jadi, simbolisasi tersebut adalah realitas yang belakangan ditangkap Cliford James Geertz, antropolog asal Amerika Serikat, yang mengelompokkan masyarakat Jawa: priyayi, santri dan abangan. Sangat mungkin Carubuk identik dengan santri karena kuatnya nilai spiritual yang melekat padanya.

 

 

METODE PENELITIAN

        Metode analisis dalam penulisan jurnal ini menggunakan metode analisis kualitatif deskriptif yang menggunakan data-data kuantitatif (metode yang cenderung menggunakan analisis terhadap suatu objek) dan dari semua data tersebut akan disimpulkan bahwa terdapat tanda tanda semiotika dari objek yang dianalisis yaitu Keris Sunan Kalijaga.

Teorinya adalah kerajinan tangan yang terinspirasi dari kebudayaan lokal nonbenda yang memiliki bagian mata, hulu, dan sarung, yaitu keris. Senjata keris memang termasuk dalam kerajinan tangan dan di dalamnya terkandung nilai-nilai kebudayaan dan tradisional.

Hipotesis dalam objek kris jika mengikuti teori simbol yang dirumuskan Clifford Geertz, yang mendudukkan kebudayaan dalam perspektif semiotika dan hermenutika, hipotesa keris merupakan simbol dan representasi jati diri budaya Jawa terlihat semakin kukuh.

Pendekatan terhadap budaya keris pada masyarakat jawa menyakini adanya kekuatan diluar diri manusia, kepercayaan inilah yang mendorong keyakinan keris menyimpan sesuatu keukuatan ghoib. Untuk menambah kekuatan batin dapat dilakukan dengan cara menyimpan keris tersebut.


Metodelogi dari objek kami adalah Keris sebagai senjata tikam khas Indonesia yang memiliki bentuk berkelok – kelok pada bilahnya dan selalu berjumlah ganjil serta memiliki kelengkapan lain sebagai penyertany yaitu Warangka ( Sarung ) dan Pegangan Keris ( Ukiran ).

 

 

ANALISIS DAN PEMBAHASAN

Keris yang terkenal adalah yang memiliki gelombang dan berkelok atau bergerigi. Umumnya, sebuah keris memiliki tiga bagian yaitu bilah (pisau), hulu (gagang), dan warangka (sarung). Diukir dengan teliti, bagian-bagian keris ini memiliki arti seni tersendiri. Bahan pembentuk keris juga beraneka ragam, seperti logam mulia, kayu, gading, hingga terbuat dari emas.

Pada zaman dahulu, keris digunakan sebagai senjata dalam duel atau peperangan, sekaligus benda pelengkap sesajen. Namun kini, keris juga menjadi salah satu aksesoris dalam berbusana, simbol kecerdikan budi, atau menjadi benda koleksi yang dilihat estetikanya.
Seringkali keris juga dianggap memiliki kekuatan magis. Maka hingga saat ini, masih banyak masyarakat percaya bahwa keris dapat membawa keberuntungan sehingga terkadang dijadikan sebagai jimat.

Selain itu, keris diyakini dapat menambah keberanian dan rasa percaya diri bagi pemiliknya. Alat ini juga dapat menghindarkan serangan wabah penyakit, malapetaka, dan hama tanaman.
Sebagian orang juga percaya bahwa keris bisa menyingkirkan atau menangkal gangguan makhluk halus.

Pertama, keris pada masa lampau digunakan sebagai senjata tradisional. Di zaman kerajaan, setiap prajurit membawa keris yang diselipkan di pinggang. Sebagai senjata pokok dalam berperang, keris bisa ditemukan di kisah Ken Arok, Amangkurat II, dan lain-lain. Keris juga sering digunakan oleh pahlawan seperti Imam Bonjol, Hasanudin, Pangeran Diponegoro, dan sebagainya.

Kedua, sebagai benda pusaka warisan nenek moyang. Alasan ini membuat keris dibuat dan disimpan dengan sangat hati-hati. Keris juga banyak disimpan di museum atau keraton seperti Surakarta dan Yogyakarta.

Selanjutnya, keris juga menjadi lambang atau simbol terutama bagi warga daerah Jawa. Simbol atau lambang ini berupa lukisan, perkataan, lencana, dan lainnya yang mengandung arti tertentu. Simbol keris diantaranya untuk menyatakan legitimasi jabatan atau kekuasaan, lambang status, identitas, serta falsafah masyarakat Jawa. Lalu keris juga menjadi alat perlengkapan berbagai aktivitas. Misalnya perlengkapan pertunjukan wayang, perlengkapan upacara bersih desa, perlengkapan pakaian adat, dan sebagainya.

Terakhir, fungsi keris sebagai benda seni. Jika diperhatikan, keris dengan warangkanya adalah kesatuan harmonis yang dibuat dengan imajinasi tingkat tinggi.Berbagai fungsi tadi tentu memengaruhi nilai-nilai kebudayaan dan spiritualitas masyarakat yang menganut kepercayaan tertentu. Di sisi lain, keris yang berasal dari Jawa menjadi simbol pelestarian budaya nusantara yang harus dimiliki setiap individu.

 

KESIMPULAN

Melalui hasil analisis pembahasan yang telah diuraikan penliti, penilitian mengenai Analisis Keris Sunan Kalijaga menggunakan teori Semiotika Ferdinand De Sasussure dapat di simpulkan bahwa Keris memiliki spektrum makna yang notabene jauh lebih luas dan lagi dalam. Keris bukan hanya semata berfungsi sebagai senjata taktis tradisional. Tak semata itu. Keris juga momot atau mengandung nilai-nilai filosofis, kosmologis, dan ontologis, atau malah keseluruhan spektrum makna. Keris dibagi menjadi tiga bagian utama yaitu Hulu, Warangka, dan Wilah. Masing-masing penjelasannya ada di bawah ini: Hulu merupakan bagian atas yang digunakan sebagai pegangan. Biasanya hulu keris terbuat dari gading, tulang, logam atau kayu. Kayu merupakan bahan yang paling sering dipakai untuk bagian hulu.

 

 

 

 

REFERENSI

 

https://www.detik.com/edu/detikpedia/d-5555869/asal-muasal-keris-dari-jawa-fungsi-dan-pengaruhnya-di-tengah-masyarakat

 

https://jember.jatimnetwork.com/falsafah-jawa/pr-512988313/mengenal-keris-carubuk-keris-identik-dengan-jaka-tingkir-sempat-untuk-dakwah-islam#:~:text=Keberadaan%20keris%20sebagai%20ageman%20Sunan%20Kalijaga%20merupakan%20wujud,Jawa%20bisa%20padu%20dan%20berasimiliasi%20satu%20sama%20lain.

 


JURNAL 1

Judul: Analisis Semiotika Strukturalis Ferdinand De Saussure pada Film “Berpayung Rindu”.

Objek: Tanda-tanda yang muncul dari film Berpayung Rindu.

Pendekatan: Metode deskriptif kualitatif yang difokuskan pada penanda dan petanda.

Analisis: Menampilkan beberapa adegan visual dan teks yang memiliki makna pembelajaran dan pembentukan karakter.

Kesimpulan: Film ini tidak lepas dari kemampuan sutradara dalam membaaca situasi dan menyesuaikan dengan kondisi zaman.

JURNAL 2

Judul :  Analisis Sosok Laisa dengan Kajian Semiotika Fedinand De Saussure Pada  Novel Dia Adalah Kakakku Karya Tere Liye

Object  : Sosok Laisa

Pendekatan / Presfektif  : Metode Analisisis Pendekatan Semiotik

Analisis  : Analisis Signifier ( Penanda) dan Signified (Petanda)

Kesimpulan  : Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan terhadap Sosok Laisa pada Novel Dia Adalah Kakakku Karya Tere Liye, peneliti dapat menarik kesimpulan bahwa dengan adanya fokus penelitian dan rumusan masalah yang telah ditentukan. Peneliti menemukan penanda dan petanda dalam novel Dia Adalah Kakakku Karya Tere Liye. Peneliti menemukan 33 tanda yang menjadi bentuk tanda sosok Laisa.

 

JURNAL 3

Judul: Kontruksi Nilai-Nilai Nasionalisme dalam Lirik Lagu (Analisis Semiotika Ferdinand de Saussure pada Lirik Lagu “Bendera”)

Objek: Sebuah lirik lagu yang dinyanyikan band Indonesia (Band Cokelat) berjudul “Bendera”

Pendekatan: Menggunakan tipe penelitian deskriptif dengan menggunakan metode kualitatif yang menekankan kulitas data (kualitatif) dan bukan banyaknya data (kuantitas)

Analisis: Menggunakan analisis dan analisis data teori semiotika ferdinand de saussure

Kesimpulan: Lagu “Bendera” yang dinyanyikan oleh Band Cokelat lirik-liriknya tajam dan memiliki nilai-nilai nasionalisme yang tinggi penuh makna tentang kecintaan terhadap negara

JURNAL 4

Judul : Penerapan Analisis Semiotika Ferdinand De Saussure dalam pertunjukan Kethoprak Ringkes

Object : Pertunjukan Kethoprak Ringkes [Teater]

Pendekatan / Presfektif : Metode pendekatan analisis Kualitatif

Analisis : Analisis Sintagmatis - Pragmatik, Analisis Petanda dan Penanda, Analisis Semiotika

Kesimpulan : Pementasan Kethoprak Ringkes dengan judul “Sampek Eng Tay (Korban Multikrisis)” sarat dengan pemaknaan yang tidak bisa dimaknai begitu saja hanya dengan mendengar bunyinya. Penggunaan berbagai kosakata melibatkan sistem tanda dengan semiotika Saussure. Dalam memahami konteks pertunjukan memang tidak hanya sebatas linguistiknya saja, harus seperti teori Barthes yang memungkinkan hingga pada signifikasi tataran kedua. Tetapi pada artikel ini pemaknaan yang diinginkan memang sebatas dialog saja. Adanya teori Saussure ini membantu pengkajian terhadap dialog pementasan teater. Tidak terbatas pada analisis signifikasi saja, melainkan juga sintagmatis dan paradigmatik.

 

JURNAL 5

Judul: "Representasi Seks Bebas pada Lirik Lagu Dangdut (Analisis Semiotika Saussure pada Lirik Lagu 'Cinta Satu Malam')"

 Objek: Lirik lagu "Cinta Satu Malam"

Pendekatan/Perspektif/Metode: paradigma konstruktivis sesuai dengan rujukan referensi Nazir

 Analisis/Teori: Dalam analisis ini, menggunakan pendekatan semiotika Ferdinand de Saussure untuk menganalisis representasi seks bebas yang terdapat dalam lirik lagu dangdut "Cinta Satu Malam". Penulis menganalisis tanda-tanda linguistik, seperti kata-kata dan frase yang digunakan dalam lirik lagu, serta simbol-simbol dan konotasi yang melambangkan seksualitas yang bebas. Penulis juga menganalisis hubungan antara tanda-tanda tersebut dengan konstruksi makna dan pesan yang terkandung dalam lirik lagu.

Kesimpulan: Melalui analisis semiotika Saussure terhadap lirik lagu "Cinta Satu Malam", ditemukan representasi seks bebas yang terkandung dalam lirik tersebut. Tanda-tanda linguistik yang digunakan dalam lirik lagu menggambarkan sikap yang mendorong seksualitas yang bebas, tanpa komitmen, dan tanpa mempertimbangkan nilai-nilai moral dan sosial. Melalui simbol-simbol dan konotasi yang digunakan, lirik lagu ini menggambarkan pemahaman yang mereduksi pentingnya hubungan emosional dan keintiman dalam konteks hubungan. Analisis semiotika membantu dalam memahami bagaimana tanda-tanda dalam lirik lagu ini bekerja bersama-sama untuk menyampaikan pesan dan representasi seks bebas kepada pendengarnya. Penting untuk menyadari bahwa interpretasi semiotika tidak hanya terbatas pada makna literal, tetapi juga melibatkan analisis simbolik dan konotatif yang membentuk representasi dalam konteks budaya dan sosial yang lebih luas.

 

JURNAL 6

Judul: Analisis Semiotik Film Dunkirk menggunakan Teori Ferdinand de Saussure

Objek: Film Dunkirk

Pendekatan: Menggunakan metode pendekatan kualitatif

Analisis: Menggunakan analisis semiotika Ferdinand de Saussure yang dikhususkan pada penanda (signifier) ​​dan petanda (signified) yang muncul dari film “Dunkirk”.                               

Kesimpulan: Film ini merupakan karya seni yang layak diapresiasi karena berhasil menyajikan kisah sejarah dengan gaya sinematik yang unik dan realistis. Film ini juga berhasil menyampaikan pesan moral tentang pentingnya kerjasama, pengorbanan, dan keberanian dalam menghadapi situasi sulit.

 

JURNAL 7

Judul: Analisis Semiotika Ferdinand De Saussure Makna Pesan Iklan Rokok A Mild Versi Langkah

Objek: Iklan Rokok A Mild Versi Langkah

Pendekatan: Menggunakan metode dengan pendekatan kualitatif

Analisis: Analisis iklan dapat dimaknai menggunakan teori dan metode semiotika. Dengan menganalisis iklan menggunakan semiotika, banyak pesan yang tersirat dalam iklan Menganalisis makna pesan dalam iklan itu harus dikaji dalam semiotika, dan dalam penelitian ini peneliti menggunakan semiotika Ferdinand De Saussures. Tahapan analisis data yang dilakukan peneliti yaitu dengan mengapresiasikan objek penelitian sebagai langkah awal untuk memahami iklan.

Kesimpulan: Kesimpulan pesan atau makna yang disampaikan dalam iklan rokok a mild versi langkah ini mengenai langkah manusia yang beraktifitas dengan ekspresi langkah sangat ringan dan ia sukai tanpa beban.

JURNAL 8

Judul: "Makna Puisi Wiji Thukul dalam Film “Istirahatlah Kata-Kata” dengan Pendekatan Semiotika Ferdinand De Saussure"

Objek: Puisi Wiji Thukul dalam film "Istirahatlah Kata-Kata"

Pendekatan/Perspektif/Metode: Kualitatif

Analisis/Teori: Dalam analisis ini, digunakan pendekatan semiotika Ferdinand De Saussure untuk menganalisis makna puisi Wiji Thukul yang terdapat dalam film "Istirahatlah Kata-Kata". Penulis menganalisis tanda-tanda linguistik yang digunakan dalam puisi, seperti kata-kata, imajeri, metafora, dan simbol-simbol yang melambangkan pesan dan makna yang ingin disampaikan oleh Wiji Thukul. Pendekatan semiotika Saussure membantu dalam memahami hubungan antara tanda-tanda tersebut dan makna yang terkandung di dalamnya.

Kesimpulan: Melalui pendekatan semiotika Ferdinand De Saussure terhadap puisi Wiji Thukul dalam film "Istirahatlah Kata-Kata", ditemukan bahwa puisi tersebut mengandung makna yang dalam dan mempengaruhi emosi dan pemahaman penontonnya. Tanda-tanda linguistik, seperti pemilihan kata-kata yang kuat, imajeri yang mendalam, dan simbol-simbol yang melambangkan perjuangan dan kebebasan, membentuk makna puisi tersebut. Analisis semiotika membantu dalam memahami bagaimana tanda-tanda dalam puisi Wiji Thukul bekerja bersama-sama untuk mengkomunikasikan pesan dan emosi yang ingin disampaikan kepada penonton. Dengan menggunakan pendekatan semiotika Ferdinand De Saussure, dapat diperoleh pemahaman yang lebih mendalam tentang makna puisi dan kekuatan penyampaiannya dalam konteks film "Istirahatlah Kata-Kata".

 

JURNAL 9

Judul: Representasi Nilai Islam pada Iklan BNI Syariah “Hasanah Titik!” (Studi Analisis Semiotika Ferdinand de Saussure)

Objek: Nilai islam yang terkandung dalam iklan BNI Syariah “Hasanah Titik!”

Pendekatan: Menggunakan pendekatan kritis metodologi kualitatif dengan analisis semiotika ferdinand de saussure, dan bersifat deskriptif

Analisis: Menggunakan analisis isi kualitatif dengan semiotika model ferdinand de saussure dengan teknik wawancara, observasi, dan dokumentasi

Kesimpulan: Disimpulkan bahwa dalam iklan BNI Syariah terdapat nilai aqidah, ibadah, dan akhlak. Namun, sesuai dengan tema iklan mereka yaitu “Hasanah Titik!”, disimpulkan kembali bahwa nilai akhlak didalamnya lebih dominan dari pada mempresentasikan nilai ibadah dan aqidah.

 

JURNAL 10

Judul: Interpretasi Semiotika Ferdinand De Saussure dalam Hadist Liwa dan Rayah

Objek: Sejarah Bendera Liwa dan Rayah

Pendekatan: Penelitian ini menggunakan pendekatan semiotika dalam meninterpretasikan ulang simbol bendera

Analisis: Bendera Liwa dan Rayah merupakan bendera yang digunakan Rasulullah SAW, namun benderanya tanpa tulisan kalimat tauhid dan tidak mempunyai ideologi khilafah

Kesimpulan: Setiap parole-parole menjadi satu kesatuan sistem utuh dan kolektif. Sehingga menjadi langue yang membangun sistem dan norma-norma tertentu sesuai dengan yang diharapkan masyarakat.

 

JURNAL 11

Judul: Analisa Semiotik Makna Motivasi Lirik Lagu “Cerita Tentang Gunung Dan Laut” Karya Payung Teduh

Objek: Lirik lagu “Cerita Tentang Gunung Dan Laut”

Pendekatan: Fokus penelitian dalam penelitian ini adalah lirik yang terkandung dalam lagu Cerita tentang Gunung dan Laut karya Payung Teduh. Jadi, dalam penelitian ini yang menjadi penanda (signifier) adalah lirik lagu “Cerita tentang Gunung dan laut ”, petandanya adalah merupakan hasil dari pemaknaan lirik tersebut

Analisis: Dalam penelitian terhadap lirik lagu “Cerita tentang Gunung dan Laut” ini, peneliti membuat interpretasi dengan membagi keseluruhan lirik lagu menjadi beberapa bait dan selanjutnya perbait akan dianalisis dengan menggunakan teori semiotika dari Saussure, dimana terdapat unsur yaitu penanda (signifier), petanda (signified). Unsur tersebut akan dipisahkan dan mempermudah peneliti melakukan interpretasi terhadap lirik lagu “Cerita tentang Gunung dan Laut”. Pemisah antar bait tersebut akan memandu peneliti dalam melakukan interpretasi terhadap lirik lagu “Cerita tentang Gunung dan laut” yang dikaitkan dengan realitas sosial pada saat sang pencipta menciptakan lagu tersebut.

Kesimpulan: Kesimpulan makna dalam lirik lagu Payung Teduh, yaitu makna pesan Motivasi yang terdapat dalam lirik lagu berjudul “Cerita Tentang Gunung dan Laut”. Penulis menemukan ada makna dibalik lirik lagu tersebut tentang motivasi kehidupan.

 

JURNAL 12

Judul: Analisis Semiotika Makna Motivasi Lirik Lagu ”Laskar Pelangi” Karya Nidji

Objek: Lirik lagu “Laskar Pelangi”

Pendekatan: Lagu yang terbentuk dari hubungan antara unsur musik dengan unsur syair atau lirik lagu merupakan salah satu bentuk komunikasi massa. Pada kondisi ini, lagu sekaligus merupakan media penyampaian pesan oleh komunikator kepada komunikan dalam jumlah yang besar melalui media massa. Pesan dapat memiliki berbagai macam bentuk, baik lisan maupun tulisan.

Analisis: menganalisis makna motivasi pada lirik lagu Laskar Pelangi, dengan menggunakan teori semiotika Saussure yakni penanda dan pertanda. Fokus penelitian dalam penelitian ini adalah lirik yang terkandung dalam lagu “Laskar Pelangi” karya Nidji. Jadi, dalam penelitian ini yang menjadi penanda (signifier) adalah lirik lagu “Laskar Pelangi”, petandanya adalah merupakan hasil dari pemaknaan lirik tersebut.

Kesimpulan: peneliti menemukan makna dalam lirik lagu Nidji yaitu makna pesan Motivasi yang terdapat dalam lirik lagu berjudul “Laskar Pelangi”. Peneliti menemukan adanya cerita dibalik lirik lagu tersebut, tentunya bercerita tentang motivasi dalam menggapai mimpi, motivasi yan tercermin dari bait pertama yang menceritakan tentang bahwa mimpi, angan – angan yang dicita – citakan adalah kunci atau alat yang digunakan untuk membuka harapan –harapan menaklukkan dunia.

 

JURNAL 13

Judul: Representasi Masyarakat Pesisir: Analisis Semiotika dalam Novel Gadis Pesisir Karya Nunuk Y.Kusmiana.

Objek: Novel Gadis Pesisir Karya Nunuk Y.Kusmiana.

Pendekatan: Pendekatan yang digunakan dalam peneltian ini adalah Semiotika dari Charles Sander Pierce. Oleh karena itu telaah akan lebih berfokus pada teori yang dipaparkan Pierce khusunya tiga tahap dalam pemaknaan tanda. Representasi masyarakat pinggiran akan dianalisis menjadi tiga tahap yang disebut semiosis berdasarkan dari signifier (representamen), objek, dan interpretant yang ditemukan.

Analisis: Analisis hanya berfokus pada perempuan pinggiran saja, sedangkan penelitian ini akan lebih menangkap makna yang dapat menjelaskan kehidupan masyarakat pinggiran secara umum tidak hanya memandang gender perempuan. Namun pengambaran perempuan pinggiran dapat menjadi tambahan informasi representasi masyarakat pinggiran.

Kesimpulan: Dengan menggunakan teori dari Charles Sanders Pierce, ditemukan tanda-tanda yang memberi makna kemiskinan. Jadi, masyarakat Pesisir di Papua pada Novel Gadis Pesisir direpresentasikan terdiri dari beragam level masyarakat namun cenderung pada posisi yang serba kekurangan seperti yang tergambar pada keluarga Halijah. Makna Pesisir bukan lagi hanya sebuah tempat, namun merujuk pada kehidupan sosial dan masyarkatnya yang cukup sulit, khususnya dari segi ekonomi.

 

JURNAL 14

Judul : Pesan Moral dalam Film “Yowis Ben”

Object : Film ”Yowis Ben”

Metode/persepektif : Penelitian kualitatif

Analisis : Analisis dilakukan dengan menjabarkan makna Representamen, object, interpretan. Pada analisis didapat sifat rendah hati yang digambarkan tokoh Bayu dimana meskipun direndahkan oleh orang ia bisa mengendalikan emosinya dengan mempertahankan prinsipnya. Selain sifat rendah hati, film ini juga menggambarkan tentang toleransi dimana ditunjukkan pada scene  saat iyan ingin melaksanakan sholat, nando menyediakan tempat untuk sholat dirumahnya meskipun agama mereka berbeda. Selain itu terdapat juga gambaran tentang kasih sayang, persahabatan, kerja keras, dan pendidikan. Pesan moral yang terdapat pada film Yowis Ben dapat dilihat melalui scene pada film tersebut.

Kesimpulan : Berdasarkan analisis yang dilakukan peneliti menyimpulkan bahwa, film YOWIS BEN ini memiliki pesan moral dalam berbagai sisi kehidupan melalui tanda-tanda yang muncul baik visual maupun verbal di dalam masing-masing ceritanya. Tokoh yang sering muncul dalam film ini adalah Bayu dan rekan bandnya. Walaupun bergenre komedi, film YOWIS BEN ini juga selalu menampilkan sisi baik atau prilaku yang bermoral yang patut dicontohi oleh para penggemar film tersebut, penokohan yang ada dalam film ini mewakili lapisan masyarakat. Khususnya masyarakat menengah kebawah. Dapat disimpulkan bahwa tokoh dan pembicaraan yang ada disetiap scene merupakan representasi dari pesan moral.

 

JURNAL 15

Judul : Representasi Nasionalisme Rudy Habibie

Objek : Rasa nasionalis Rudy Habibie

Metode/Prespektif : Literary Research

Analisis : Film kisah nyata tentang presiden ke 3 Republik Indonesia

Kesimpulan : Menunjukkan rasa nasionalisme  setelah kembali dari studi bidang industri Dirgantara
.

 

JURNAL 16

Judul : Analisis Lirik Lagu “Esok Kan Bahagia” Dari Band D’Masiv

Object  :  Lirik Lagu “Esok Kan Bahagia”

Pendekatan / Presfektif  : Medote Analisis Pendekatan Kualitatif

Analisis  : Analisis Signifier ( Penanda) dan Signified (Petanda)

Kesimpulan  : Dalam mencari makna, Saussure membagi tanda menjadi dua bagian, yaitu penanda (signifier) dan petanda (signified). Proses tanda dari lirik lagu “Esok kan Bahagia” menjadi makna berdasarkan semiotika Ferdinand de Saussure, yaitu lirik di bagi menjadi beberapa bagian sesuai dengan elemen-elemen lagu, yaitu verse/bait (pengantar sebuah lagu), chorus (inti pesan lirik lagu), reffrain (pengulangan bagian lain dari lagu), coda (bagian akhir lagu yang berisi nada untuk menutup lagu).

JURNAL 17

Judul : Representasi Pesan Moral Dalam Film Penyalin Cahaya (Analisis Semiotika Charles Sanders Peirce)

Object : Film ”Penyalin Cahaya”

Metode/persepektif : Deskriptif kualitatif

Analisis : Representasi pesan moral yang ditemukan yaitu pantang menyerah, berani, tidak asal menyalahkan orang lain, tolong menolong dan kasih sayang. Represntasi pesan tersebut dapat dilihat melalui scene yang ada pada film, seperti Suryani sedang berdiri sambil mengambil gambar dirinya dengan menggunakan handphone kamera belakangnya, memperlihatkan tokoh Nur menemui senior yang bernama Anggun dan Rama untuk meminta penjelasan atas apa yang terjadi pada dirinya kemarin malam. Scene tersebut memperlihatkan representasi moral hubungan manusia dengan dirinya sendiri. Bisa dilihat bahwa sikap pantang menyerah tercermin dalam adegan seorang tokoh Suryani yang tetap mencari tahu kebenaran atas apa yang telah terjadi pada dirinya yang mengakibatkan terancamnya ia mendapatkan beasiswanya kembali.

Kesimpulan : Berdasarkan hasil penelitian mengenai representasi pesan moral dalam film Penyalin Cahaya yang diperoleh dari berbagai sumber data, maka peneliti menyimpulkan bahwa film Penyalin Cahaya merepresentasikan pesan moral. Adapun pesan moral dari film Penyalin Cahaya mempunyai kandungan pesan moral manusia dengan dirinya sendiri seperti pantang menyerah, bersikap berani, tidak berprasangka buruk terhadap orang lain. Dan pesan moral manusia dengan manusia lain seperti kasih sayang dan tolong menolong.

 

JURNAL 18

Judul: Kajian Visual Komik Tahilalats Episode 622 Menggunakan Semiotika Saussure

Objek: Komik Tahilalats Episode 622

Metode: Kualitatif

 AnalisisPeneliti menganalisis tanda-tanda yang terdapat di dalam ke 4 panel komik Tahilalats episode 622. Tanda-tanda tersebut meliputi unsur visual dan verbal. Unsur visual sendiri meliputi gambar karakter, bangunan, ekspresi karakter, warna, dan pakaian yang dikenakan karakter. seragam berwarna putih abu-abu. Anak SMA sendiri rata-rata berusia sekitar 17-20 tahun. Pakaian yang dikenakan oleh karakter lain merupakan pakaian dinas yang dikenakan oleh pegawai negeri. Jika disekolah pakaian ini dikenakan oleh guru.

KesimpulanBerdasarkan teori semiotika Ferdinand de Saussure, yang membagi semiotika menjadi signified dan signifier , penulis dapat menyimpulkan adanya keterkaitan makna antara unsur verbal dan visual pada setiap panel Komik Tahilalats episode 622. Keterkaitan ini tidak hanya sebatas antara panel 1 ke 2 atau 3 ke 4. Tetapi juga keseluruhan panel memiliki keterkaitan baik itu panel 1 dan 4, namun juga 2 dan 4, tanpa terbatas oleh urutan saja. Penulis juga menyimpulkan bahwa cara penyampaian humor di dalam komik menggunakan metafora ketidaksesuaian atau Incongruity Theory. Metafora ini digunakan untuk membangun unsur humor di dalam Komik Tahilalats epsidoe 622. Sehingga dapat disimpulkan, hasil penelitian ini adalah adanya penggunaan aspek semiotika pada Komik Tahilalats Episode 622. Yaitu menggunakan tanda-tanda dalam membangun keseluruhan humor yang disampaikan di dalam komik.

 

JURNAL 19

Judul: Makna Cinta Dalam Lirik Lagu “Bismlillah Cinta” Karya Sigit Purnomo Analisis Semiotika Ferdinand Desaussure.

Objek: Lirik Lagu “Bismlillah Cinta” Karya Sigit Purnomo.

Metode: Kualitatif-Deskriptif

 Analisis: disimpulkan bahwa cinta memiliki jenis yang bermacam-macam seperti yang telah dijelaskan sebelumnya. Makna cinta dapat dilhat dari sudut pandang jenis-jenis cinta yang ada dan bagaimana cinta itu terwujud, berjalan, maupun bagaimana maksud yang disampaikan dalam lirik lagu yang ditulis oleh pengarang.

 Kesimpulan: Dari hasil penelitian yang ada, peneliti menemukan makna cinta dalam lirik lagu Bismillah Cinta karya Sigit Purnomo dengan menggunakan pendekatan semiotika. Pendekatan semiotika yang digunakan merupakan perspektif Ferdinand de Saussure. Adapun semiotika Saussure mengartikan bahwa bahasa adalah sebagai tanda. Menurutnya tanda dalam bahasa ini dicirikan dengan signified sebagai penanda dan signifier sebagi petanda. Hasil penelitian ini didapatkan melalui tanda-tanda yang terdapat dalam kata maupun kalimat yang digunakan.

 

JURNAL 20

 

Judul: Logo Sebagai Media Komunikasi Teknologi: Analisis Semiotika Pada Logo META

 

Objek: Logo META

 

Metode: metode kualitatif interpretatif

 

Analisis: Logo Meta sebagai ikon perusahaan media sosial memiliki keunikan tersendiri, yaitu format dua dimensi dan tiga dimensi dalam satu objek yang terkesan bergerak. Logo Meta menjadi objek yang menarik untuk dikaji secara simeotik karena menjadi media komunikasi secara tidak langsung.

 

Kesimpulan: secara denotatif logo Meta tetap menggunakan unsur warna awal yaitu warna biru sebagai ciri khasnya. Pada unsur garis, logo ini terbentuk dari dua jenis garis yaitu garis lurus yang dibentuk secara diagonal dan garis lengkung. Hal yang menarik dari logo Meta ini adalah penerapan unsur shape yang bersifat simbolis, nomor, dan alphabetical. Khroma yang terdapat pada warna logo ini terbentuk dari pigmen dua jenis warna yang sama dengan intessitas pencahayaan yang berbeda yaitu intensitas warna biru kuat dan intensitas warna biru lemah. Secara konotatif logo Meta mengandung makna tenang, kepercayaan, loyalitas, komunikatif, teknologi, ketegasan, fleksibelitas, dan keberlanjutan.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 


Komentar

Postingan populer dari blog ini

KAJIAN SENI RUPA & DESAIN

TUGAS KAJIAN SENI RUPA DAN DESAIN