ANALISIS SEMIOTIKA DALAM KERIS SUNAN KALIJAGA
Nama Kelompok:
Ryandana Dwi Pramono (202146500721)
Rayyan Wahyu Pangestu (202146500740)
ABSTRAK
Keris Sunan Kalijaga yang berasal dari Jawa Timur. Kami berdua sangat senang dalam hal – hal kebudayaan dengan membahas tentang budaya sejarah Kerajaan Majapahit salah satunya Keris Sunan Kalijaga. Menurut legendanya, saat itu Sunan Kalijaga meminta tolong untuk dibuatkan keris coten-sembelih (pegangan lebai untuk menyembelih kambing). Lalu oleh beliau diberikan calon besi yang ukurannya sebesar biji asam jawa. Mengetahui besarnya calon besi tersebut, Empu Supa sedikit terkejut.
Dia berkata besi ini bobotnya berat sekali, tak seimbang dengan besar wujudnya dan tidak yakin apakah cukup untuk dibuat keris. Lalu Sunan Kalijaga berkata kalau besi itu tidak hanya sebesar biji asam jawa tetapi besarnya seperti gunung. Karena perkataan Sunan Kalijaga tersebut, pada waktu itu juga besi menjelma sebesar gunung.
Akhirnya Mpu Supa mengerjakan pembuatan keris. Saat keris jadi, Sunan
Kalijaga menjadi kaget karena kagum, hasil hasil keris itu berbeda jauh sekali
dengan yang dimaksudkannya. Maksud semula untuk dijadikan pegangan lebai,
ternyata yang dihasilkan keris asli Majapahit, luk tujuh belas. Karena berwarna
kemerahan, keris itu dinamakan Kyai Sengkelat (artinya bersemu merah) sedangkan
jumlah luknya yang tujuh belas melambangkan jumlah rakaat salat lima waktu.
PENDAHULUAN
Keris merupakan salah satu hasil budaya material peninggalan
nenek moyang yang ada di hampir seluruh wilayah Indonesia. Oleh karena itu, Keris dinobatkan sebagai identitas budaya asli
Indonesia, termasuk Keris Carubuk yang identik dengaN
Sunan Kalijaga. Pusaka buatan Mpu Supo
Mandrangi tersebut merupakan pemberian Sunan Kalijaga, walisongo yang
menjadi panutan raja-raja Kesultanan Islam di Jawa dan juga masyarakatnya. Jauh sebelum menjadi ageman
Hadiwijaya atau dikenal sebagai Jaka Tingkir, Keris ini sudah masyhur sebagai ageman waliyulloh keturunan Bupati Tuban
Raden Tumenggung Wilwatika-Dewi Nawang Rum tersebut untuk mendakwahkan islam pada masyarakat Jawa.
Keberadaan keris sebagai ageman Sunan Kalijaga merupakan wujud penghargaan
terhadap benda yang menempati posisi istimewa di budaya Jawa, terutama di era
Majapahit, sekaligus simbol islam dan budaya Jawa bisa padu dan berasimiliasi satu sama lain. Simbol inilah, termasuk dengan perbaduan pada dimensi budaya
lain,
menjadi islam berkembang tanpa halangan. Masyhurnya Carubuk juga karena kuatnya legenda
yang menaungi kelahirannya. Pitutur menyebut, keris Carubuk yang merupakan keris ketiga yang dibabar Mpu Supo selain Sengkelat dan
Nogososro, dibuat atas pesanan Sunan Kalijaga yang menyerahkan bijih besi
sebesar biji asam Jawa. Mungkinkah besi sekecil
itu bisa menjadi sebilah keris berukuran normal?
Karena karomah waliyulloh, bahan tersebut ternyata menjelma menjadi sebesar
gunung.
Di era senjakala
Majapahit yang diwarnai dengan pertarungan antarkelompok masyarakat, Carubuk
mewakili geliat kaum santri. Di sisi lain ada keris lain
yang turut menjadi simbol persaingan, yakni Sengkelat yang menyimbolkan gerakan
rakyat akibat ketidakpuasan terhadap kerajaan, Condong Campur yang mewakili
perlambang kepongahan bangsawan, dan Sabuk Inten yang menjadi
perwujudan pragmatisme kelompok pengusaha.
Bisa jadi, simbolisasi
tersebut adalah realitas yang belakangan ditangkap Cliford James Geertz,
antropolog asal Amerika Serikat, yang mengelompokkan masyarakat Jawa: priyayi,
santri dan abangan. Sangat
mungkin Carubuk identik dengan santri karena kuatnya nilai
spiritual yang melekat padanya.
METODE PENELITIAN
Metode analisis dalam penulisan jurnal ini menggunakan metode analisis kualitatif deskriptif yang menggunakan data-data kuantitatif (metode yang cenderung menggunakan analisis terhadap suatu objek) dan dari semua data tersebut akan disimpulkan bahwa terdapat tanda tanda semiotika dari objek yang dianalisis yaitu Keris Sunan Kalijaga.
Teorinya adalah kerajinan tangan yang terinspirasi dari kebudayaan lokal nonbenda yang memiliki bagian mata, hulu, dan sarung, yaitu keris. Senjata keris memang termasuk dalam kerajinan tangan dan di dalamnya terkandung nilai-nilai kebudayaan dan tradisional.
Hipotesis dalam objek kris jika mengikuti teori simbol yang dirumuskan Clifford Geertz, yang mendudukkan kebudayaan dalam perspektif semiotika dan hermenutika, hipotesa keris merupakan simbol dan representasi jati diri budaya Jawa terlihat semakin kukuh.
Pendekatan terhadap budaya keris pada masyarakat jawa menyakini adanya kekuatan diluar diri manusia, kepercayaan inilah yang mendorong keyakinan keris menyimpan sesuatu keukuatan ghoib. Untuk menambah kekuatan batin dapat dilakukan dengan cara menyimpan keris tersebut.
Metodelogi dari objek kami adalah Keris sebagai
senjata tikam khas Indonesia yang memiliki bentuk berkelok – kelok pada
bilahnya dan selalu berjumlah ganjil serta memiliki kelengkapan lain sebagai
penyertany yaitu Warangka ( Sarung ) dan Pegangan Keris ( Ukiran ).
ANALISIS DAN PEMBAHASAN
Keris yang terkenal adalah yang memiliki gelombang
dan berkelok atau bergerigi. Umumnya, sebuah keris memiliki tiga bagian yaitu
bilah (pisau), hulu (gagang), dan warangka (sarung). Diukir dengan teliti,
bagian-bagian keris ini memiliki arti seni tersendiri. Bahan pembentuk keris juga beraneka ragam, seperti logam mulia, kayu,
gading, hingga terbuat dari emas.
Pertama, keris pada masa lampau digunakan sebagai
senjata tradisional. Di zaman kerajaan, setiap prajurit membawa keris yang
diselipkan di pinggang. Sebagai senjata pokok dalam berperang, keris bisa
ditemukan di kisah Ken Arok, Amangkurat II, dan lain-lain. Keris juga sering
digunakan oleh pahlawan seperti Imam Bonjol, Hasanudin, Pangeran Diponegoro,
dan sebagainya.
Kedua, sebagai benda pusaka warisan nenek moyang.
Alasan ini membuat keris dibuat dan disimpan dengan sangat hati-hati. Keris
juga banyak disimpan di museum atau keraton seperti Surakarta dan Yogyakarta.
Selanjutnya, keris juga menjadi lambang atau
simbol terutama bagi warga daerah Jawa. Simbol atau lambang ini berupa lukisan,
perkataan, lencana, dan lainnya yang mengandung arti tertentu. Simbol keris
diantaranya untuk menyatakan legitimasi jabatan atau kekuasaan, lambang status,
identitas, serta falsafah masyarakat Jawa. Lalu keris juga
menjadi alat perlengkapan berbagai aktivitas. Misalnya perlengkapan pertunjukan
wayang, perlengkapan upacara bersih desa, perlengkapan pakaian adat, dan
sebagainya.
Terakhir, fungsi keris sebagai benda seni. Jika
diperhatikan, keris dengan warangkanya adalah kesatuan harmonis yang dibuat
dengan imajinasi tingkat tinggi.Berbagai fungsi tadi tentu memengaruhi
nilai-nilai kebudayaan dan spiritualitas masyarakat yang menganut kepercayaan
tertentu. Di sisi lain, keris yang berasal dari Jawa menjadi simbol pelestarian
budaya nusantara yang harus dimiliki setiap individu.
KESIMPULAN
Melalui hasil analisis pembahasan yang telah diuraikan
penliti, penilitian mengenai Analisis Keris Sunan Kalijaga menggunakan teori
Semiotika Ferdinand De Sasussure dapat di simpulkan bahwa Keris memiliki spektrum makna
yang notabene jauh lebih luas dan lagi dalam. Keris bukan hanya
semata berfungsi sebagai senjata taktis tradisional. Tak semata
itu. Keris juga momot atau mengandung nilai-nilai filosofis,
kosmologis, dan ontologis, atau malah keseluruhan spektrum makna.
Keris
dibagi menjadi tiga bagian utama yaitu Hulu, Warangka, dan Wilah.
Masing-masing penjelasannya ada di bawah ini: Hulu merupakan bagian atas yang digunakan
sebagai pegangan. Biasanya hulu keris terbuat dari gading, tulang, logam atau
kayu. Kayu merupakan bahan yang paling sering dipakai untuk bagian hulu.
REFERENSI
JURNAL 1
Judul: Analisis Semiotika Strukturalis Ferdinand De
Saussure pada Film “Berpayung Rindu”.
Objek:
Tanda-tanda yang muncul dari film Berpayung Rindu.
Pendekatan:
Metode deskriptif kualitatif yang difokuskan pada penanda dan petanda.
Analisis:
Menampilkan beberapa adegan visual dan teks yang memiliki makna pembelajaran
dan pembentukan karakter.
JURNAL 2
Judul
: Analisis Sosok Laisa dengan Kajian
Semiotika Fedinand De Saussure Pada
Novel Dia Adalah Kakakku Karya Tere Liye
Object : Sosok Laisa
Pendekatan
/ Presfektif : Metode Analisisis
Pendekatan Semiotik
Analisis : Analisis Signifier ( Penanda) dan Signified
(Petanda)
Kesimpulan : Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan
terhadap Sosok Laisa pada Novel Dia Adalah Kakakku Karya Tere Liye, peneliti
dapat menarik kesimpulan bahwa dengan adanya fokus penelitian dan rumusan
masalah yang telah ditentukan. Peneliti menemukan penanda dan petanda dalam
novel Dia Adalah Kakakku Karya Tere Liye. Peneliti menemukan 33 tanda yang
menjadi bentuk tanda sosok Laisa.
JURNAL 3
Judul:
Kontruksi Nilai-Nilai Nasionalisme dalam Lirik Lagu (Analisis Semiotika
Ferdinand de Saussure pada Lirik Lagu “Bendera”)
Objek:
Sebuah lirik lagu yang dinyanyikan band Indonesia (Band Cokelat) berjudul
“Bendera”
Pendekatan:
Menggunakan tipe penelitian deskriptif dengan menggunakan metode kualitatif
yang menekankan kulitas data (kualitatif) dan bukan banyaknya data (kuantitas)
Analisis:
Menggunakan analisis dan analisis data teori semiotika ferdinand de saussure
Kesimpulan:
Lagu “Bendera” yang dinyanyikan oleh Band Cokelat lirik-liriknya tajam dan
memiliki nilai-nilai nasionalisme yang tinggi penuh makna tentang kecintaan
terhadap negara
JURNAL 4
Judul
: Penerapan Analisis Semiotika Ferdinand De Saussure dalam pertunjukan
Kethoprak Ringkes
Object
: Pertunjukan Kethoprak Ringkes [Teater]
Pendekatan
/ Presfektif : Metode pendekatan analisis Kualitatif
Analisis
: Analisis Sintagmatis - Pragmatik, Analisis Petanda dan Penanda, Analisis
Semiotika
Kesimpulan
: Pementasan Kethoprak Ringkes dengan judul “Sampek Eng Tay (Korban
Multikrisis)” sarat dengan pemaknaan yang tidak bisa dimaknai begitu saja hanya
dengan mendengar bunyinya. Penggunaan berbagai kosakata melibatkan sistem tanda
dengan semiotika Saussure. Dalam memahami konteks pertunjukan memang tidak
hanya sebatas linguistiknya saja, harus seperti teori Barthes yang memungkinkan
hingga pada signifikasi tataran kedua. Tetapi pada artikel ini pemaknaan yang
diinginkan memang sebatas dialog saja. Adanya teori Saussure ini membantu
pengkajian terhadap dialog pementasan teater. Tidak terbatas pada analisis
signifikasi saja, melainkan juga sintagmatis dan paradigmatik.
JURNAL 5
Judul:
"Representasi Seks Bebas pada Lirik Lagu Dangdut (Analisis Semiotika
Saussure pada Lirik Lagu 'Cinta Satu Malam')"
Objek: Lirik lagu "Cinta Satu Malam"
Pendekatan/Perspektif/Metode:
paradigma konstruktivis sesuai dengan rujukan referensi Nazir
Analisis/Teori: Dalam analisis ini,
menggunakan pendekatan semiotika Ferdinand de Saussure untuk menganalisis
representasi seks bebas yang terdapat dalam lirik lagu dangdut "Cinta Satu
Malam". Penulis menganalisis tanda-tanda linguistik, seperti kata-kata dan
frase yang digunakan dalam lirik lagu, serta simbol-simbol dan konotasi yang
melambangkan seksualitas yang bebas. Penulis juga menganalisis hubungan antara
tanda-tanda tersebut dengan konstruksi makna dan pesan yang terkandung dalam
lirik lagu.
Kesimpulan:
Melalui analisis semiotika Saussure terhadap lirik lagu "Cinta Satu
Malam", ditemukan representasi seks bebas yang terkandung dalam lirik
tersebut. Tanda-tanda linguistik yang digunakan dalam lirik lagu menggambarkan
sikap yang mendorong seksualitas yang bebas, tanpa komitmen, dan tanpa
mempertimbangkan nilai-nilai moral dan sosial. Melalui simbol-simbol dan
konotasi yang digunakan, lirik lagu ini menggambarkan pemahaman yang mereduksi
pentingnya hubungan emosional dan keintiman dalam konteks hubungan. Analisis
semiotika membantu dalam memahami bagaimana tanda-tanda dalam lirik lagu ini
bekerja bersama-sama untuk menyampaikan pesan dan representasi seks bebas
kepada pendengarnya. Penting untuk menyadari bahwa interpretasi semiotika tidak
hanya terbatas pada makna literal, tetapi juga melibatkan analisis simbolik dan
konotatif yang membentuk representasi dalam konteks budaya dan sosial yang
lebih luas.
JURNAL 6
Judul: Analisis Semiotik Film Dunkirk menggunakan
Teori Ferdinand de Saussure
Objek:
Film Dunkirk
Pendekatan:
Menggunakan metode pendekatan kualitatif
Analisis:
Menggunakan analisis semiotika Ferdinand de Saussure yang dikhususkan pada
penanda (signifier) dan petanda (signified) yang muncul dari film
“Dunkirk”.
Kesimpulan:
Film ini merupakan karya seni yang layak diapresiasi karena berhasil menyajikan
kisah sejarah dengan gaya sinematik yang unik dan realistis. Film ini juga
berhasil menyampaikan pesan moral tentang pentingnya kerjasama, pengorbanan,
dan keberanian dalam menghadapi situasi sulit.
JURNAL 7
Judul: Analisis Semiotika Ferdinand De
Saussure Makna Pesan Iklan Rokok A Mild Versi Langkah
Objek:
Iklan Rokok A Mild Versi Langkah
Pendekatan:
Menggunakan metode dengan pendekatan kualitatif
Analisis: Analisis iklan dapat dimaknai
menggunakan teori dan metode semiotika. Dengan menganalisis iklan menggunakan
semiotika, banyak pesan yang tersirat dalam iklan Menganalisis makna pesan dalam
iklan itu harus dikaji dalam semiotika, dan dalam penelitian ini peneliti
menggunakan semiotika Ferdinand De Saussures. Tahapan analisis data yang
dilakukan peneliti yaitu dengan mengapresiasikan objek penelitian sebagai
langkah awal untuk memahami iklan.
JURNAL 8
Judul: "Makna Puisi Wiji Thukul dalam
Film “Istirahatlah Kata-Kata” dengan Pendekatan Semiotika Ferdinand De
Saussure"
Objek: Puisi Wiji Thukul dalam film
"Istirahatlah Kata-Kata"
Pendekatan/Perspektif/Metode: Kualitatif
Analisis/Teori: Dalam analisis ini,
digunakan pendekatan semiotika Ferdinand De Saussure untuk menganalisis makna
puisi Wiji Thukul yang terdapat dalam film "Istirahatlah Kata-Kata".
Penulis menganalisis tanda-tanda linguistik yang digunakan dalam puisi, seperti
kata-kata, imajeri, metafora, dan simbol-simbol yang melambangkan pesan dan
makna yang ingin disampaikan oleh Wiji Thukul. Pendekatan semiotika Saussure
membantu dalam memahami hubungan antara tanda-tanda tersebut dan makna yang
terkandung di dalamnya.
Kesimpulan: Melalui pendekatan semiotika
Ferdinand De Saussure terhadap puisi Wiji Thukul dalam film "Istirahatlah
Kata-Kata", ditemukan bahwa puisi tersebut mengandung makna yang dalam dan
mempengaruhi emosi dan pemahaman penontonnya. Tanda-tanda linguistik, seperti
pemilihan kata-kata yang kuat, imajeri yang mendalam, dan simbol-simbol yang
melambangkan perjuangan dan kebebasan, membentuk makna puisi tersebut. Analisis
semiotika membantu dalam memahami bagaimana tanda-tanda dalam puisi Wiji Thukul
bekerja bersama-sama untuk mengkomunikasikan pesan dan emosi yang ingin
disampaikan kepada penonton. Dengan menggunakan pendekatan semiotika Ferdinand
De Saussure, dapat diperoleh pemahaman yang lebih mendalam tentang makna puisi
dan kekuatan penyampaiannya dalam konteks film "Istirahatlah
Kata-Kata".
JURNAL 9
Judul: Representasi Nilai Islam pada Iklan
BNI Syariah “Hasanah Titik!” (Studi Analisis Semiotika Ferdinand de Saussure)
Objek: Nilai islam yang terkandung dalam
iklan BNI Syariah “Hasanah Titik!”
Pendekatan: Menggunakan pendekatan kritis
metodologi kualitatif dengan analisis semiotika ferdinand de saussure, dan
bersifat deskriptif
Analisis: Menggunakan analisis isi
kualitatif dengan semiotika model ferdinand de saussure dengan teknik
wawancara, observasi, dan dokumentasi
Kesimpulan: Disimpulkan bahwa dalam iklan
BNI Syariah terdapat nilai aqidah, ibadah, dan akhlak. Namun, sesuai dengan
tema iklan mereka yaitu “Hasanah Titik!”, disimpulkan kembali bahwa nilai
akhlak didalamnya lebih dominan dari pada mempresentasikan nilai ibadah dan
aqidah.
JURNAL 10
Judul: Interpretasi Semiotika Ferdinand De
Saussure dalam Hadist Liwa dan Rayah
Objek: Sejarah Bendera Liwa dan Rayah
Pendekatan: Penelitian ini menggunakan
pendekatan semiotika dalam meninterpretasikan ulang simbol bendera
Analisis: Bendera Liwa dan Rayah merupakan
bendera yang digunakan Rasulullah SAW, namun benderanya tanpa tulisan kalimat
tauhid dan tidak mempunyai ideologi khilafah
Kesimpulan: Setiap parole-parole menjadi
satu kesatuan sistem utuh dan kolektif. Sehingga menjadi langue yang membangun
sistem dan norma-norma tertentu sesuai dengan yang diharapkan masyarakat.
JURNAL 11
Judul: Analisa Semiotik Makna Motivasi Lirik Lagu “Cerita
Tentang Gunung Dan Laut” Karya Payung Teduh
Objek: Lirik lagu “Cerita Tentang Gunung
Dan Laut”
Pendekatan: Fokus penelitian dalam penelitian ini adalah lirik
yang terkandung dalam lagu Cerita tentang Gunung dan Laut karya Payung Teduh.
Jadi, dalam penelitian ini yang menjadi penanda (signifier) adalah lirik lagu
“Cerita tentang Gunung dan laut ”, petandanya adalah merupakan hasil dari
pemaknaan lirik tersebut
Analisis: Dalam penelitian terhadap lirik lagu “Cerita tentang
Gunung dan Laut” ini, peneliti membuat interpretasi dengan membagi keseluruhan
lirik lagu menjadi beberapa bait dan selanjutnya perbait akan dianalisis dengan
menggunakan teori semiotika dari Saussure, dimana terdapat unsur yaitu penanda
(signifier), petanda (signified). Unsur tersebut akan dipisahkan dan
mempermudah peneliti melakukan interpretasi terhadap lirik lagu “Cerita tentang
Gunung dan Laut”. Pemisah antar bait tersebut akan memandu peneliti dalam
melakukan interpretasi terhadap lirik lagu “Cerita tentang Gunung dan laut”
yang dikaitkan dengan realitas sosial pada saat sang pencipta menciptakan lagu
tersebut.
Kesimpulan: Kesimpulan makna dalam lirik lagu Payung
Teduh, yaitu makna pesan Motivasi yang terdapat dalam lirik lagu berjudul
“Cerita Tentang Gunung dan Laut”. Penulis menemukan ada makna dibalik lirik
lagu tersebut tentang motivasi kehidupan.
JURNAL 12
Judul: Analisis Semiotika Makna Motivasi
Lirik Lagu ”Laskar Pelangi” Karya Nidji
Objek: Lirik lagu “Laskar Pelangi”
Pendekatan: Lagu yang terbentuk dari hubungan antara unsur musik
dengan unsur syair atau lirik lagu merupakan salah satu bentuk komunikasi
massa. Pada kondisi ini, lagu sekaligus merupakan media penyampaian pesan oleh
komunikator kepada komunikan dalam jumlah yang besar melalui media massa. Pesan
dapat memiliki berbagai macam bentuk, baik lisan maupun tulisan.
Analisis: menganalisis makna motivasi pada lirik lagu Laskar
Pelangi, dengan menggunakan teori semiotika Saussure yakni penanda dan
pertanda. Fokus penelitian dalam penelitian ini adalah lirik yang terkandung
dalam lagu “Laskar Pelangi” karya Nidji. Jadi, dalam penelitian ini yang
menjadi penanda (signifier) adalah lirik lagu “Laskar Pelangi”, petandanya
adalah merupakan hasil dari pemaknaan lirik tersebut.
Kesimpulan: peneliti menemukan makna dalam lirik lagu Nidji yaitu
makna pesan Motivasi yang terdapat dalam lirik lagu berjudul “Laskar Pelangi”.
Peneliti menemukan adanya cerita dibalik lirik lagu tersebut, tentunya
bercerita tentang motivasi dalam menggapai mimpi, motivasi yan tercermin dari
bait pertama yang menceritakan tentang bahwa mimpi, angan – angan yang dicita –
citakan adalah kunci atau alat yang digunakan untuk membuka harapan –harapan
menaklukkan dunia.
JURNAL 13
Judul: Representasi Masyarakat Pesisir: Analisis Semiotika
dalam Novel Gadis Pesisir Karya Nunuk Y.Kusmiana.
Objek: Novel Gadis Pesisir Karya Nunuk Y.Kusmiana.
Pendekatan: Pendekatan yang digunakan dalam peneltian ini adalah
Semiotika dari Charles Sander Pierce. Oleh karena itu telaah akan lebih
berfokus pada teori yang dipaparkan Pierce khusunya tiga tahap dalam pemaknaan
tanda. Representasi masyarakat pinggiran akan dianalisis menjadi tiga tahap
yang disebut semiosis berdasarkan dari signifier (representamen), objek, dan
interpretant yang ditemukan.
Analisis: Analisis hanya berfokus pada perempuan pinggiran
saja, sedangkan penelitian ini akan lebih menangkap makna yang dapat
menjelaskan kehidupan masyarakat pinggiran secara umum tidak hanya memandang
gender perempuan. Namun pengambaran perempuan pinggiran dapat menjadi tambahan
informasi representasi masyarakat pinggiran.
Kesimpulan: Dengan menggunakan teori dari Charles Sanders Pierce,
ditemukan tanda-tanda yang memberi makna kemiskinan. Jadi, masyarakat Pesisir
di Papua pada Novel Gadis Pesisir direpresentasikan terdiri dari beragam level
masyarakat namun cenderung pada posisi yang serba kekurangan seperti yang
tergambar pada keluarga Halijah. Makna Pesisir bukan lagi hanya sebuah tempat,
namun merujuk pada kehidupan sosial dan masyarkatnya yang cukup sulit,
khususnya dari segi ekonomi.
JURNAL 14
Judul : Pesan Moral dalam
Film “Yowis Ben”
Object : Film ”Yowis Ben”
Metode/persepektif : Penelitian kualitatif
Analisis : Analisis dilakukan
dengan menjabarkan makna Representamen, object, interpretan. Pada analisis
didapat sifat rendah hati yang digambarkan tokoh Bayu dimana meskipun
direndahkan oleh orang ia bisa mengendalikan emosinya dengan mempertahankan
prinsipnya. Selain sifat rendah hati, film ini juga menggambarkan tentang
toleransi dimana ditunjukkan pada scene saat iyan ingin melaksanakan
sholat, nando menyediakan tempat untuk sholat dirumahnya meskipun agama mereka
berbeda. Selain itu terdapat juga gambaran tentang kasih sayang, persahabatan,
kerja keras, dan pendidikan. Pesan moral yang terdapat pada film Yowis Ben
dapat dilihat melalui scene pada film tersebut.
Kesimpulan : Berdasarkan analisis
yang dilakukan peneliti menyimpulkan bahwa, film YOWIS BEN ini memiliki pesan
moral dalam berbagai sisi kehidupan melalui tanda-tanda yang muncul baik visual
maupun verbal di dalam masing-masing ceritanya. Tokoh yang sering muncul dalam
film ini adalah Bayu dan rekan bandnya. Walaupun bergenre komedi, film YOWIS
BEN ini juga selalu menampilkan sisi baik atau prilaku yang bermoral yang patut
dicontohi oleh para penggemar film tersebut, penokohan yang ada dalam film ini
mewakili lapisan masyarakat. Khususnya masyarakat menengah kebawah. Dapat
disimpulkan bahwa tokoh dan pembicaraan yang ada disetiap scene merupakan
representasi dari pesan moral.
JURNAL 15
Judul : Representasi Nasionalisme Rudy Habibie
Objek : Rasa nasionalis Rudy Habibie
Metode/Prespektif : Literary Research
Analisis : Film kisah nyata tentang presiden ke 3
Republik Indonesia
Kesimpulan : Menunjukkan rasa nasionalisme
setelah kembali dari studi bidang industri Dirgantara.
JURNAL 16
Judul : Analisis Lirik Lagu “Esok Kan Bahagia”
Dari Band D’Masiv
Object
: Lirik Lagu “Esok Kan Bahagia”
Pendekatan / Presfektif : Medote Analisis Pendekatan Kualitatif
Analisis
: Analisis Signifier ( Penanda) dan Signified (Petanda)
Kesimpulan
: Dalam mencari makna, Saussure membagi tanda menjadi dua bagian, yaitu
penanda (signifier) dan petanda (signified). Proses tanda dari lirik lagu “Esok
kan Bahagia” menjadi makna berdasarkan semiotika Ferdinand de Saussure, yaitu
lirik di bagi menjadi beberapa bagian sesuai dengan elemen-elemen lagu, yaitu
verse/bait (pengantar sebuah lagu), chorus (inti pesan lirik lagu), reffrain
(pengulangan bagian lain dari lagu), coda (bagian akhir lagu yang berisi nada
untuk menutup lagu).
JURNAL 17
Judul : Representasi Pesan Moral Dalam Film Penyalin Cahaya (Analisis Semiotika Charles Sanders Peirce)
Object : Film ”Penyalin Cahaya”
Metode/persepektif : Deskriptif kualitatif
Analisis : Representasi pesan moral
yang ditemukan yaitu pantang menyerah, berani, tidak asal menyalahkan orang
lain, tolong menolong dan kasih sayang. Represntasi pesan tersebut dapat
dilihat melalui scene yang ada pada film, seperti Suryani sedang berdiri sambil
mengambil gambar dirinya dengan menggunakan handphone kamera belakangnya,
memperlihatkan tokoh Nur menemui senior yang bernama Anggun dan Rama untuk
meminta penjelasan atas apa yang terjadi pada dirinya kemarin malam. Scene
tersebut memperlihatkan representasi moral hubungan manusia dengan dirinya
sendiri. Bisa dilihat bahwa sikap pantang menyerah tercermin dalam adegan
seorang tokoh Suryani yang tetap mencari tahu kebenaran atas apa yang telah
terjadi pada dirinya yang mengakibatkan terancamnya ia mendapatkan beasiswanya
kembali.
Kesimpulan : Berdasarkan hasil
penelitian mengenai representasi pesan moral dalam film Penyalin Cahaya yang
diperoleh dari berbagai sumber data, maka peneliti menyimpulkan bahwa film
Penyalin Cahaya merepresentasikan pesan moral. Adapun pesan moral dari film
Penyalin Cahaya mempunyai kandungan pesan moral manusia dengan dirinya sendiri
seperti pantang menyerah, bersikap berani, tidak berprasangka buruk terhadap
orang lain. Dan pesan moral manusia dengan manusia lain seperti kasih
sayang dan tolong menolong.
JURNAL
18
Judul: Kajian
Visual Komik Tahilalats Episode 622 Menggunakan Semiotika Saussure
Objek: Komik
Tahilalats Episode 622
Metode: Kualitatif
Analisis: Peneliti menganalisis tanda-tanda yang terdapat di
dalam ke 4 panel komik Tahilalats episode 622. Tanda-tanda tersebut meliputi
unsur visual dan verbal. Unsur visual sendiri meliputi gambar karakter,
bangunan, ekspresi karakter, warna, dan pakaian yang dikenakan karakter.
seragam berwarna putih abu-abu. Anak SMA sendiri rata-rata berusia sekitar
17-20 tahun. Pakaian yang dikenakan oleh karakter lain merupakan pakaian dinas
yang dikenakan oleh pegawai negeri. Jika disekolah pakaian ini dikenakan oleh
guru.
Kesimpulan: Berdasarkan teori semiotika Ferdinand de Saussure, yang membagi semiotika
menjadi signified dan signifier , penulis dapat menyimpulkan adanya keterkaitan
makna antara unsur verbal dan visual pada setiap panel Komik Tahilalats episode
622. Keterkaitan ini tidak hanya sebatas antara panel 1 ke 2 atau 3 ke 4.
Tetapi juga keseluruhan panel memiliki keterkaitan baik itu panel 1 dan 4,
namun juga 2 dan 4, tanpa terbatas oleh urutan saja. Penulis juga menyimpulkan
bahwa cara penyampaian humor di dalam komik menggunakan metafora
ketidaksesuaian atau Incongruity Theory. Metafora ini digunakan untuk membangun
unsur humor di dalam Komik Tahilalats epsidoe 622. Sehingga dapat disimpulkan,
hasil penelitian ini adalah adanya penggunaan aspek semiotika pada Komik
Tahilalats Episode 622. Yaitu menggunakan tanda-tanda dalam membangun keseluruhan
humor yang disampaikan di dalam komik.
JURNAL
19
Judul: Makna Cinta Dalam Lirik Lagu “Bismlillah Cinta”
Karya Sigit Purnomo Analisis Semiotika Ferdinand Desaussure.
Objek: Lirik Lagu “Bismlillah Cinta” Karya Sigit Purnomo.
Metode:
Kualitatif-Deskriptif
Analisis:
disimpulkan bahwa cinta memiliki jenis yang bermacam-macam seperti yang telah
dijelaskan sebelumnya. Makna cinta dapat dilhat dari sudut pandang jenis-jenis
cinta yang ada dan bagaimana cinta itu terwujud, berjalan, maupun bagaimana
maksud yang disampaikan dalam lirik lagu yang ditulis oleh pengarang.
Kesimpulan:
Dari hasil penelitian yang ada, peneliti menemukan makna cinta dalam lirik lagu
Bismillah Cinta karya Sigit Purnomo dengan menggunakan pendekatan semiotika.
Pendekatan semiotika yang digunakan merupakan perspektif Ferdinand de Saussure.
Adapun semiotika Saussure mengartikan bahwa bahasa adalah sebagai tanda.
Menurutnya tanda dalam bahasa ini dicirikan dengan signified sebagai penanda
dan signifier sebagi petanda. Hasil penelitian ini didapatkan melalui
tanda-tanda yang terdapat dalam kata maupun kalimat yang digunakan.
JURNAL 20
Judul: Logo Sebagai Media Komunikasi Teknologi: Analisis Semiotika Pada Logo META
Objek: Logo
META
Metode: metode
kualitatif interpretatif
Analisis: Logo Meta
sebagai ikon perusahaan media sosial memiliki keunikan tersendiri, yaitu format
dua dimensi dan tiga dimensi dalam satu objek yang terkesan bergerak. Logo Meta
menjadi objek yang menarik untuk dikaji secara simeotik karena menjadi media
komunikasi secara tidak langsung.
Kesimpulan: secara
denotatif logo Meta tetap menggunakan unsur warna awal yaitu warna biru sebagai
ciri khasnya. Pada unsur garis, logo ini terbentuk dari dua jenis garis yaitu
garis lurus yang dibentuk secara diagonal dan garis lengkung. Hal yang menarik
dari logo Meta ini adalah penerapan unsur shape yang bersifat simbolis, nomor,
dan alphabetical. Khroma yang terdapat pada warna logo ini terbentuk dari
pigmen dua jenis warna yang sama dengan intessitas pencahayaan yang berbeda
yaitu intensitas warna biru kuat dan intensitas warna biru lemah. Secara
konotatif logo Meta mengandung makna tenang, kepercayaan, loyalitas,
komunikatif, teknologi, ketegasan, fleksibelitas, dan keberlanjutan.
Komentar
Posting Komentar